Semoga, ya (II)


Coba tanyakan pada dinginnya angin malam yang berhembus melalui sela-sela kedua kakimu, apakah dia sudah siap menerima kamu yang belum siap untuk mencinta?


Yang aku keliru adalah melogikakan semuanya. Semua tentangmu, semua tentang rasa. Karena semua yang hidup pasti memiliki rasa. Harusnya aku bersyukur, bertemu kamu dan merasakan ledakan emosi-emosi ini. Rasanya seperti aku kembali memanusiakan diriku sendiri.  

Aku tidak bersahabat dengan jarak. Pun juga kamu. Tapi bersamamu, aku mengenal jarak lebih dekat, lebih dari sekedar angka ratusan kilometer –menjadi jauh lebih berarti. Denganmu, aku putuskan untuk kembali merindu. Menikmati rasa yang selama ini aku kira tidak lagi ada.

Kamu datang dan memporakporandakan prinsip yang aku tanam sejak lama. Tidak ada sesal meskipun aku harus melaraskan perbedaan karsa diantara kita. Merelakan yang perlu direlakan. Menerima yang perlu diterima. Memperjuangkan sisa-sisa yang patah. 

Kamu mengingatkanku bahwa aku juga masih manusia. Masih butuh teman dan tidak perlu selalu sendirian. Kamu mengingatkanku tentang hasrat. Tentang aku yang tidak mati rasa. Masih bisa pada akhirnya mengecup manusia lain dengan rasa. Dari sekian asap yang kita hirup, kita hembuskan rasa sayang bersama ke udara.

Semoga langit selalu dipenuhi cinta 

Ketika waktu bahkan tidak berpihak pada yang butuh ruang,
Semoga aku menjadi alasan ketika keadaan tidak memungkinkan
Semoga aku menjadi senyuman ketika semesta sedang tidak berpihak
Semoga aku menjadi pelukan yang dirindukan
Semoga aku tetap menjadi ada bahkan disaat aku tidak ada
Semoga kamu masih tetap menjadi alasan aku pulang, 










-QN




Komentar

Postingan Populer