Monster?


Tetesan darah kembali mengucur dari lengan kiri bagian bawah miliknya. Segaris lagi, untuk yang kesekian kalinya. Cairan kental yang terlihat mencolok diantara goresan lain yang sudah mengering.
Wajahnya tidak menampilkan ekspresi apapun. Tidak ada tangisan. Tidak ada senyuman. Tidak ada rintihan kesakitan. Hanya matanya menerawang. Melihat tetesan darah yang tidak kunjung berhenti.

Sedikit bagian dari lubuk hatinya terasa lega sesaat setelah darah mengalir dari goresan yang dia buat sendiri. Sebuah cutter masih digenggamnya. Darah miliknya pun masih berbekas di cutter tersebut.
Ingin rasanya, menggores sekali lagi. Tapi sudah cukup. Satu goresan sudah cukup untuk kali ini. Karena penglihatannya sudah mulai kabur. Hampir setetes air mata lolos dari kelopak matanya. 

'ah sial, terlalu banyak darah yang terbuang.' batinnya. 

Dia tidak menangis. Tangannya kebas, dia tidak merasakan perih. 

'bodoh kamu. Apa sekalian saja kamu mati? sudah terlanjur dalam.' 

Tapi tidak akan pernah sedalam luka yang sudah tertanam di dasar hatinya. Dia tersenyum kecut. 'bunuh diri terlalu mudah.' Dan dia bukan orang yang mudah putus asa. Lalu kemudian dirinya menyeka darah tersebut dengan handuk yang ada di dekatnya. Lalu membuka kran air dari wastafel. Membersihkan darah yang menetes ke atas wastafel tersebut. Tak lupa membersihkan cutter dari cairan kental itu.

Setelah memastikan semuanya bersih, dia keluar dari kamar mandi. Lalu masuk ke kamarnya.
Membuang handuk yang sudah berwarna merah ke bawah ranjangnya. Mungkin nanti kalau ingat, ia akan mencucinya, tapi tidak sekarang. Kepala nya sudah terlalu sakit. Tubuhnya lelah, sangat. 

Dia tidak berniat mengobati goresan tersebut. Baginya luka fisik akan menutup dengan sendirinya. Berbeda dengan luka yang sudah tergores panjang di hatinya. Ia hanya menutup goresan tersebut dengan perban putih, berjaga-jaga agar darahnya tidak mengotori kasur dan perbuatannya diketahui orang lain.

Rutinitas terburuk setiap malamnya, tapi dia tidak bisa berhenti. Setidaknya tidak sekarang, seperti candu, dia butuh waktu. Mungkin waktu yang lebih lama dibanding yang orang lain butuhkan. Dia menemukan sedikit, hanya sedikit kenyamanan saat melakukannya. Gila? Tidak juga, setiap insan punya sisi gila dalam dirinya. Entah beberapa bisa mengontrolnya, entah sisanya terbutakan dalam gilanya sendiri. 

Kenapa? Karena menurutnya itulah hal yang bisa membuat dia bertahan melewati waktu. Karena dia tahu bahwa waktu tidak menyembuhkan segalanya. Karena waktu hanya membantunya berdamai dengan keadaan dan dirinya sendiri, bukan menghapus luka. Inilah, caranya untuk bertahan, tidak menyerah pada hidup. Walaupun hati kecilnya memohon untuk menyudahi segalanya di dunia.

Bekas luka di sepanjang lengannya membuktikan sesuatu. Ada cerita dibalik itu semua. Seperti sebuah tato. Namun dengan cerita yang lebih bermakna. Bekas luka ini adalah tanda dia sedang berperang.






Berperang melawan dirinya sendiri.












-salam manis susu coklat
Fragmen 4

Komentar

Postingan Populer