Angin dari Timur



Dan kau menyerukan kenanganku pada deru angin dari timur. Yang terbawa angin diharap takkan kembali. Namun selalu ada duka menggantung di ujung kalbu. Selalu ada sembilu dalam raga yang membeku. Serupa ada yang menggores sukma di relung waktu. Ajari aku mengurapi luka lara dengan basah angin selatan tanpa kata-kata.

Koreksi presepsiku akan ayat-ayatmu. Perihal cinta kosmos atau dukamu ketika gerimis di malam purnama. Kau berbisik jangan menyerah pada sepi, pahami arti sendiri. Lalu aku berangkat dari euforia, lupa akan rehat sejenak. Menyembunyikan kenangan penuh lara tadi di balik ketukan-ketukan di tengah lantai dansa.

Malamnya, aku semakin membenci seakan terperangkap dalam pikiranku sendiri. Aku ingin menyumpah serapah, ingin berkata namun lidahku tertahan. Tertahan akan segumpal perasaan dalam dada yang mencegahku untuk bersua. Maka aku menulis. Berharap tiap baris aksara menyuarakan luka-luka terbuka yang tertuang di dalamnya. Berharap kertas tidak akan bosan menerima luapan emosinya. Berharap semesta mengerti mengapa aku memilih diam dan memendam.

Hidup memang tidak semudah menyulam romansa dikala senja. Tapi langit tidak selalu biru, begitu juga caranya menghadapi hidup. Usir kelabu dan mulai hiduplah. Bahagia itu kata yang berat, tidak seringan mendekap pilu berbalut asa. Tapi bulan dan matahari tetap bersinar, di waktu dan tempat yang berbeda, saling melengkapi bukan menghakimi. Cari bahagiamu dan bahagialah.

Pada akhirnya, yang terpenting dari menyikapi kenangan adalah bukan dengan menghapusnya. Namun berdamai dengannya.

Dan bercintalah dengan waktu, karena mungkin hanya dia yang tidak palsu.










-Salam manis susu coklat
#universechild

Komentar

Postingan Populer