Peluhmu, Siapa Yang Basuh?


Diantara diksi yang nyata diantara kita, jangan lagi mengikat luka.

Kamu mudah tertawa hingga meneteskan air mata. Kamu terlalu sering tertawa sendiri untuk berpura-pura lupa sedang terluka.

Kamu lebih perasa ketika bercumbu dengan malam seorang diri. Lalu ketika kesadaranmu direnggut paksa, kamu hanya mencaci, “Alkohol itu hanya tetesan sisa senja di atas meja!”

Kamu banyak membual. Katanya sudah melupakan, tapi belum hilang perasaan. Kamu mengikhlaskan, tapi kecup mesra dan pelukan sampai jumpa wajib diberikan.

Inderaku hafal harummu. Tapi aku lebih suka wangimu yang dulu. Sebelum keringatmu bercampur dengan yang lalu. 

Pelukmu untuk pelikku, katanya. Tapi peluhmu, siapa yang basuh? 

Setelah aku mendengar berita tentangmu, menjadi sendirian mungkin lebih baik daripada tidak menjadi pilihan siapapun sama sekali.









-QN

Komentar

Postingan Populer